Sudah berapa bulan ini setelah kamu putuskan pergi? Kenapa aku masih disini sedang kamu sudah mulai lupakan? Apa yang terjadi sebetulnya pada hati ini?
Kita kembali bertemu di bulan yang menjadi penghujung tahun, entah aku harus senang atau sedih sebab penghujung tahun lalu kamu masih bersamaku, sedangkan tahun ini kamu telah kembali bersamanya. Aku canggung saat kembali bertemu, rasanya aku masih bergetar seakan kamu masih menyimpan rasa padaku padahal tidak. Aku tidak tahu harus melakukan apa saat itu, aku hanya mencoba mencairkan suasana, mencoba menganggap semua baik-baik saja. Tapi, nyatanya hatiku kembali sakit melihatmu.
Aku tak tahu bagaimana caranya sampaikan rasa lagi, sedang kamu tengah berbahagia. Jantungku berdebar saat kamu tiba-tiba mengomentari yang ada pada foto profilku. Kamu bilang kalau tiga minggu sebelum aku duduk di bangku itu, ada kamu juga yang duduk di bangku itu. Aku tak tahu ini kebetulan, bukan masalah, atau takdir. Ah, maaf aku terlalu banyak konsumsi drama korea, jadi aku selalu menyambung-nyambungkan sesuatu yang tak akan terjadi di dunia kita. Kamu sudah bahagia, begitupun aku yang sudah bahagia melihat kebahagiaanmu.
Kita bertemu hanya sebatas teman, kita bertemu hanya untuk membahas kesibukan masing-masing, bahkan kabar yang sepertinya aku pun sudah tahu. Tapi, bagaimana aku hilangkan sakit, sedang kamu kadang masih suka membahasku. Aku sungguh menyesal pernah di pertemukan denganmu kalau akhirnya kita tidak bahagia bersama. Aku sungguh menyesal mengapa dulu aku meladeni segala bentuk perhatianmu. Aku sungguh menyesal mengapa aku harus kembali menangis mengingat semuanya.
Kamu masih belum berubah, tapi hatimu telah berubah, hati itu sudah terisi oleh dia lagi. Aku masih belum berubah, aku masih dengan orang yang sama, perasaan yang sama, tapi jarakku telah berubah semakin jauh denganmu. Aku tak pernah sesakit ini sebelumnya, aku tak pernah sebenci ini pada keadaan, aku tak pernah menyesal sedalam ini. Kamu adalah orang yang paling banyak membuat senyumku kembali cerah, namun kamu juga orang yang paling banyak membuat air mataku turun. Aku tahu kita mungkin tak akan bersama, tapi tolong sampaikan pada wanitamu untuk tetap tenang dan biarkan aku tetap menganggapmu sebagai teman baik.
Sabtu, 17 Desember 2016
Rabu, 28 September 2016
September, 2016
Hari terus berganti, pagi selalu kembali datang dan malam selalu menutupnya. Masih sama, sama seperti saat kamu meninggalkan, sama seperti saat kamu tak ada. Serius, aku hampir mampus karena kamu. Entah bagaimana kamu bisa cepat pulih, sedang aku sampai sekarang pun belum pulih. Entah bagaimana kamu bisa cepat putuskan untuk pulang dengannya, sedang aku sampai sekarang pun belum memilih.
Hari itu, aku tidak sanggup untuk menulis apapun tentangmu, yang aku tau, kamu itu milikku. Aku tidak sanggup untuk menahan air mata, yang aku tau, air mataku tak pernah turun saat denganmu. Aku tidak sanggup melupakanmu, yang aku tau, kamu tak pernah ingin jauh dariku.
Aku masih ingat semuanya, kamu malah lupa semuanya. Aku masih rindu semuanya, kamu malah abaikan semuanya.
Aku masih ingat semuanya, kamu malah pergi semaunya.
Aku masih ingin semuanya, kamu malah tak pernah inginkan semuanya.
Aku sebegitunya mencinta, kamu seperlunya mencinta.
Aku sebegitunya merindu, kamu seadanya mengingat.
Aku sebegitunya berjuang, kamu sebutuhnya mencari.
Aku sebegitunya setia, kamu sepuasnya meninggalkan.
Hari itu, aku tidak sanggup untuk menulis apapun tentangmu, yang aku tau, kamu itu milikku. Aku tidak sanggup untuk menahan air mata, yang aku tau, air mataku tak pernah turun saat denganmu. Aku tidak sanggup melupakanmu, yang aku tau, kamu tak pernah ingin jauh dariku.
Aku masih ingat semuanya, kamu malah lupa semuanya. Aku masih rindu semuanya, kamu malah abaikan semuanya.
Aku masih ingat semuanya, kamu malah pergi semaunya.
Aku masih ingin semuanya, kamu malah tak pernah inginkan semuanya.
Aku sebegitunya mencinta, kamu seperlunya mencinta.
Aku sebegitunya merindu, kamu seadanya mengingat.
Aku sebegitunya berjuang, kamu sebutuhnya mencari.
Aku sebegitunya setia, kamu sepuasnya meninggalkan.
Kamis, 28 April 2016
Sampai Sudah
Hari itu kembali datang ke jalan hidup yang ku pilih sebelumnya. Kecewa? Pasti, gundah? Tentunya, sedih? Apalagi itu. Ditinggalkan bukanlah sesuatu yang selalu diharap. Tapi apadaya jalan itu kembali datang, pilihannya jalan lurus terus atau kamu ingin tetap berdiri disini dan menunggu bis dengan supir yang sama menjemputmu lagi.
Aku sudah melakukan semua yang terbaik untuknya, bahkan hal kecil yang menurutnya tidak penting selalu aku anggap penting. Kurang lebih kami mengenal sudah empat bulan, menurutku ini sangat cukup. Kami pendekatan selama sebulan, sampai akhirnya dia menyatakan memulai denganku. Bukan main bahagianya aku.
Selama sebulan kami pendekatan, aku dan dia melakukan tukar pikiran, aku terbuka semua hal kepadanya, sebaliknya pun dia begitu. Sebulan itu rasanya sangat lama buat kami, artinya kami tak pernah menyangka bertemu seperti ini, saling nyaman, hampir setiap hari bertemu sampai lupa waktu dan larut. Aku sangat bahagia saat itu.
Bulan kedua kami sudah semakin dekat karena sudah mengikat satu sama lain. Segala hal tentangnya selalu kuceritakan kepada teman dan kerabat. Saat dia down, gelisah, panik, terburu-buru aku selalu setia menemani. Aku senang menemani masa-masa sulitnya.
Bulan ketiga kami semakin dekat tapi dengan akhir kerenggangan. Kebahagiaan yang ku nanti selama kurang lebih dua tahun ini sirna. Menurutnya aku melakukan kesalahan yang sangat fatal. Aku mengingatkan masa lalunya bersama wanita itu. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk sendiri tanpa ada bayang-bayangku dan wanitanya dulu. Aku mulai setia menanti jawaban terbaik
Bulan keempat aku menunggu semuanya yang sedang dia lakukan untuk kebaikan hubungan kami. Namun apa yang aku terima? Dia menyatakan untuk kembali dengan wanitanya dulu. Sakit, kecewa, sedih, gundah, semua campur aduk dalam pikiran dan hati ini. Tidak menyangka hatiku bisa seluka ini. Aku hanya dapat menangis.
Sekarang, aku siap bahagia melihatmu dengannya kembali. Setidaknya semua yang sudah kita lakukan sudah cukup membuatmu bahagia. Setidaknya aku sempat menorehkan senyuman dibibirmu. Aku siap menjalani hidup sendiri seperti dua tahun sebelumnya. Percayalah, aku sudah tidak ingin mencari yang seperti dirimu. Kamu cukup sempurna untukku. Aku akan tetap disini, melihatmu bahagia sudah cukup tenang bagiku. Bukan munafik, tapi kita harua bersikap dewasa. Semua hal di dunia ini fana, berharap yang terbaik sudah menunggu di depan.
Aku sudah melakukan semua yang terbaik untuknya, bahkan hal kecil yang menurutnya tidak penting selalu aku anggap penting. Kurang lebih kami mengenal sudah empat bulan, menurutku ini sangat cukup. Kami pendekatan selama sebulan, sampai akhirnya dia menyatakan memulai denganku. Bukan main bahagianya aku.
Selama sebulan kami pendekatan, aku dan dia melakukan tukar pikiran, aku terbuka semua hal kepadanya, sebaliknya pun dia begitu. Sebulan itu rasanya sangat lama buat kami, artinya kami tak pernah menyangka bertemu seperti ini, saling nyaman, hampir setiap hari bertemu sampai lupa waktu dan larut. Aku sangat bahagia saat itu.
Bulan kedua kami sudah semakin dekat karena sudah mengikat satu sama lain. Segala hal tentangnya selalu kuceritakan kepada teman dan kerabat. Saat dia down, gelisah, panik, terburu-buru aku selalu setia menemani. Aku senang menemani masa-masa sulitnya.
Bulan ketiga kami semakin dekat tapi dengan akhir kerenggangan. Kebahagiaan yang ku nanti selama kurang lebih dua tahun ini sirna. Menurutnya aku melakukan kesalahan yang sangat fatal. Aku mengingatkan masa lalunya bersama wanita itu. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk sendiri tanpa ada bayang-bayangku dan wanitanya dulu. Aku mulai setia menanti jawaban terbaik
Bulan keempat aku menunggu semuanya yang sedang dia lakukan untuk kebaikan hubungan kami. Namun apa yang aku terima? Dia menyatakan untuk kembali dengan wanitanya dulu. Sakit, kecewa, sedih, gundah, semua campur aduk dalam pikiran dan hati ini. Tidak menyangka hatiku bisa seluka ini. Aku hanya dapat menangis.
Sekarang, aku siap bahagia melihatmu dengannya kembali. Setidaknya semua yang sudah kita lakukan sudah cukup membuatmu bahagia. Setidaknya aku sempat menorehkan senyuman dibibirmu. Aku siap menjalani hidup sendiri seperti dua tahun sebelumnya. Percayalah, aku sudah tidak ingin mencari yang seperti dirimu. Kamu cukup sempurna untukku. Aku akan tetap disini, melihatmu bahagia sudah cukup tenang bagiku. Bukan munafik, tapi kita harua bersikap dewasa. Semua hal di dunia ini fana, berharap yang terbaik sudah menunggu di depan.
Sabtu, 09 April 2016
Sembilan: Waktu itu Datang
Tanggal sembilan, memberikan bekas yang cukup indah bagiku tiga bulan belakangan ini. Tapi, aku tak yakin apakah aku bisa mempertahankan keindahan setiap di tanggal sembilan untuk bulan selanjutnya.
Aku diguncang asmara di bulan januari kemarin, tepat sekali tanggal sembilan ini ada. Hatiku kembali dibuat begejolak penuh semangat. Ada yang ingin mengisinya setelah kurang lebih tiga tahun aku memutuskan untuk sendiri. Saat itu kebahagiaan itu kembali mengisi hati. Kuputuskan memilihmu diantara laki-laki yang tengah dekat denganku selama hampir tiga tahun menyendiri.
Ku nikmati minggu demi minggu, hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, dan detik demi detik saar bersamamu. Setelah peristiwa tanggal sembilan itu aku memutuskan untuk menjaga dan membuatnya selalu nyaman. Setiap hari kita selalu membagi kabar, senang, sedih, dan gelisah selalu kita bagikan bersama. Kamu selalu menjadi pendengar baik saat aku tengah bercerita, sebaliknya pun begitu, aku selalu menjadi pendengar yang baik saat kau tengah lelah dengan semua rutinitasmu.
Setiap waktu aku selalu siap menemanimu, aku selalu siap duduk di jok belakang motormu, aku selalu siap membantumu yang selalu terburu-buru. Aku selalu mendoakanmu setiap kita akan tidur. Aku tak pernah ingin menutup setiap malamku bersamamu. Entah, aku suka sekali berbalas pesan denganmu melalui chatting.
Aku bahagia, sangat bahagia. Ku ceritakan kebahagiaanku kepada semua teman-temanku. Maklum, biasanya aku yang selalu menghibur mereka dengan guyonan murahanku ini, tapi semenjak bersamamu aku bagikan kebahagiaan hidupku. Ku ceritakan betapa berwarnanya hidupku berjalan bersamamu.
Ku perkenalkan kamu ke beberapa teman dekat, bahkan satu jurusan di kampus tahu dirimu adalah seseorang yang paling penting dihidupku. Kalau boleh pamer sedikit hehe, aku ini aktivis di kampus, jadi tak heran kalau aku cukup dikenal. Maka dari itu, kamu juga ikut dikenal.
Orangtua dan abangku juga tahu kamu, mereka merasa aku sudah ada yang menjaga. Sedikit tenang sepertinya kalau aku sudah pulang agak larut. Walau orangtuaku sempat tidak suka denganmu karena kamu terlalu larut mengantarku pulang hehe, it's no problem!
Semakin sering bersamamu, semakin meningkat pula level sayang dan cinta ini untukmu. Aku tak ingin kehilanganmu, bahkan untuk tahan kabar darimu saja aku tak bisa. Sekarang bagaimana? Aku harus merasakan itu, mau tidak mau aku ini bukan lagi hal yang paling penting untukmu. Aku harus membiasakan diri tanpamu. Sulit sepertinya.
Sudah hampir sebulan kita tidak memiliki hubungan spesial lagi. Awalnya memang salahku mengungkit kembali masa lalumu, tapi aku tidak pernah menyangka hal ini lah yang membuatmu pergi. Maafkan aku.
Aku ingin sekali membuang semuanya, dulu hampir setiap hari kita bertemu, hampirr setiap hari ku ucapkan kata "rindu" kepadamu. Sekarang? Untuk memanggil panggilan sayang saja aku enggan, apalagi mengatakan kalau aku rindu masa-masa kita bersama.
Ketika semuanya terlambat, maka penyesalan itu semakin merasuk dalam benak. Berpikir untuk melupakan atau mengenang semua. Diri ini sebenarnya belum sanggup menerima keadaan seperti tiga tahun sebelumnya. Aku baru bahagia denganmu, kini aku malah mendapat kesedihan dan penyesalan bertubi-tubi. Maaf sekali lagi maafkan aku.
Terima kasih sudah memberiku kesempatan dalam hidupmu, setidaknya aku sudah membuatmu cukup bahagia. Setidaknya aku sudah pernah bahagia bersamamu. Mungkin kisah ini akan kutanam sampai waktu panen itu datang. Terima kasih untuk semua hal yang sudah kita lalui bersama walau belum lama. Aku bangga pernah punya kamu, ku harap kamu pun begitu. Disini aku masih setia menanti keputusan terakhir yang sudah kamu tentukan nanti. Salam sayang, wanitamu.
Aku diguncang asmara di bulan januari kemarin, tepat sekali tanggal sembilan ini ada. Hatiku kembali dibuat begejolak penuh semangat. Ada yang ingin mengisinya setelah kurang lebih tiga tahun aku memutuskan untuk sendiri. Saat itu kebahagiaan itu kembali mengisi hati. Kuputuskan memilihmu diantara laki-laki yang tengah dekat denganku selama hampir tiga tahun menyendiri.
Ku nikmati minggu demi minggu, hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, dan detik demi detik saar bersamamu. Setelah peristiwa tanggal sembilan itu aku memutuskan untuk menjaga dan membuatnya selalu nyaman. Setiap hari kita selalu membagi kabar, senang, sedih, dan gelisah selalu kita bagikan bersama. Kamu selalu menjadi pendengar baik saat aku tengah bercerita, sebaliknya pun begitu, aku selalu menjadi pendengar yang baik saat kau tengah lelah dengan semua rutinitasmu.
Setiap waktu aku selalu siap menemanimu, aku selalu siap duduk di jok belakang motormu, aku selalu siap membantumu yang selalu terburu-buru. Aku selalu mendoakanmu setiap kita akan tidur. Aku tak pernah ingin menutup setiap malamku bersamamu. Entah, aku suka sekali berbalas pesan denganmu melalui chatting.
Aku bahagia, sangat bahagia. Ku ceritakan kebahagiaanku kepada semua teman-temanku. Maklum, biasanya aku yang selalu menghibur mereka dengan guyonan murahanku ini, tapi semenjak bersamamu aku bagikan kebahagiaan hidupku. Ku ceritakan betapa berwarnanya hidupku berjalan bersamamu.
Ku perkenalkan kamu ke beberapa teman dekat, bahkan satu jurusan di kampus tahu dirimu adalah seseorang yang paling penting dihidupku. Kalau boleh pamer sedikit hehe, aku ini aktivis di kampus, jadi tak heran kalau aku cukup dikenal. Maka dari itu, kamu juga ikut dikenal.
Orangtua dan abangku juga tahu kamu, mereka merasa aku sudah ada yang menjaga. Sedikit tenang sepertinya kalau aku sudah pulang agak larut. Walau orangtuaku sempat tidak suka denganmu karena kamu terlalu larut mengantarku pulang hehe, it's no problem!
Semakin sering bersamamu, semakin meningkat pula level sayang dan cinta ini untukmu. Aku tak ingin kehilanganmu, bahkan untuk tahan kabar darimu saja aku tak bisa. Sekarang bagaimana? Aku harus merasakan itu, mau tidak mau aku ini bukan lagi hal yang paling penting untukmu. Aku harus membiasakan diri tanpamu. Sulit sepertinya.
Sudah hampir sebulan kita tidak memiliki hubungan spesial lagi. Awalnya memang salahku mengungkit kembali masa lalumu, tapi aku tidak pernah menyangka hal ini lah yang membuatmu pergi. Maafkan aku.
Aku ingin sekali membuang semuanya, dulu hampir setiap hari kita bertemu, hampirr setiap hari ku ucapkan kata "rindu" kepadamu. Sekarang? Untuk memanggil panggilan sayang saja aku enggan, apalagi mengatakan kalau aku rindu masa-masa kita bersama.
Ketika semuanya terlambat, maka penyesalan itu semakin merasuk dalam benak. Berpikir untuk melupakan atau mengenang semua. Diri ini sebenarnya belum sanggup menerima keadaan seperti tiga tahun sebelumnya. Aku baru bahagia denganmu, kini aku malah mendapat kesedihan dan penyesalan bertubi-tubi. Maaf sekali lagi maafkan aku.
Terima kasih sudah memberiku kesempatan dalam hidupmu, setidaknya aku sudah membuatmu cukup bahagia. Setidaknya aku sudah pernah bahagia bersamamu. Mungkin kisah ini akan kutanam sampai waktu panen itu datang. Terima kasih untuk semua hal yang sudah kita lalui bersama walau belum lama. Aku bangga pernah punya kamu, ku harap kamu pun begitu. Disini aku masih setia menanti keputusan terakhir yang sudah kamu tentukan nanti. Salam sayang, wanitamu.
Minggu, 06 Maret 2016
Entah...
Entah...
Sangat aneh saat sekarang aku justru sudah memiliki tambatan di hati. Rasanya masih tidak sadar, malah aku tidak menyangka. Begini toh jalan cerita yang sudah diatur-Nya. Kamu kini jadi orang yang selalu aku pikirkan setiap harinya, jadi orang yang setiap hari selalu muncul di layar telponku. Indah sih, tapi aku dilema perasaan.
Entah...
Kini aku ingin sekali bahagia bersamamu, tapi ternyata kamu orang yang paling sering membuat mata ini meluapkan amarah dengan tangisan. Jujur, aku bahagia bisa menjadi milikmu dan bersamamu kini. Namun, aku dilema, apakah masih ada yang tersakiti diatas kebahagiaanku?
Entah...
Setiap didekatmu aku merasa nyaman, aku merasa aman, kamu hebat sekali membuatku kagum. Setiap harinya aku selalu ingin bersamamu, tapi apadaya rumah kita cukup berjarak. Walau belum bisa dibilang LDR, tapi rasanya aku selalu rindu kamu.
Entah...
Aku selalu ingin bermanja saat disampingmu, aku ingin kamu selalu menggenggam tangan ini, aku takut kamu pergi. Berlebihan, ya. Bisakah kita lepas rindu dan rasa takut ini saat kita tidak bersama nanti?
Entah...
Aku tidak pernah menerka berapa lama kita akan bersama, tapi aku ingin sekali selamanya denganmu. Bahagiaku itu adalah senyummu dan semangatmu. Melihatmu membuat rasa kecewa, marah, kesal, dapat menjadi tawa yang cukup ringan.
Entah...
Aku hanya ingin kamu bisa lebih menjaga perasaanku yang selalu kalah dengan wanitamu dulu. Aku memang tidak sepertinya, aku tidak memiliki cukup uang untuk memberikanmu kejutan disaat ulang tahunmu. Tapi, percayalah aku akan selalu ada disaat waktu kamu terpuruk, saat kamu butuh pegangan. Aku adalah bahu yang cukup kuat untuk menopangnya.
Entah...
Biarkan rasaku mengalir seperti apa adanya, aku selalu rindu, aku selalu mengingatmu, aku selalu mencintaimu, aku selalu bahagia.
Entah...
Kamu peduli atau tidak. Aku akan tetap memberikan yang terbaik untukmu, aku memang suka membosankanmu, tapi jangan biarkan alasan bosan menerpa hubungan kita. Aku janji untuk tetap membahagiakanmu dan menjaga kepercayaanmu. Aku janji akan selalu hadir disaat kamu jatuh, aku akan selalu mendukung semua hal terbaik untukmu.
Entah...
Bagaimana aku mengucapkan rasa syukur kepada-Nya bahkan aku saja selalu menyia-nyiakan-Nya. Aku bersyukur dipertemukan dengan skenario yang cukup dramatis, aku bersyukur dipertemukan dengan laki-laki yang luar biasa. Aku juga bersyukur, Tuhan masih sayang denganku hamba-Nya yang selalu melakukan dosa.
Entah...
Kini aku tak ingin kamu pergi, genggam erat tanganku, maka aku akan ikut denganmu kemanapun kamu ingin pergi.
Sangat aneh saat sekarang aku justru sudah memiliki tambatan di hati. Rasanya masih tidak sadar, malah aku tidak menyangka. Begini toh jalan cerita yang sudah diatur-Nya. Kamu kini jadi orang yang selalu aku pikirkan setiap harinya, jadi orang yang setiap hari selalu muncul di layar telponku. Indah sih, tapi aku dilema perasaan.
Entah...
Kini aku ingin sekali bahagia bersamamu, tapi ternyata kamu orang yang paling sering membuat mata ini meluapkan amarah dengan tangisan. Jujur, aku bahagia bisa menjadi milikmu dan bersamamu kini. Namun, aku dilema, apakah masih ada yang tersakiti diatas kebahagiaanku?
Entah...
Setiap didekatmu aku merasa nyaman, aku merasa aman, kamu hebat sekali membuatku kagum. Setiap harinya aku selalu ingin bersamamu, tapi apadaya rumah kita cukup berjarak. Walau belum bisa dibilang LDR, tapi rasanya aku selalu rindu kamu.
Entah...
Aku selalu ingin bermanja saat disampingmu, aku ingin kamu selalu menggenggam tangan ini, aku takut kamu pergi. Berlebihan, ya. Bisakah kita lepas rindu dan rasa takut ini saat kita tidak bersama nanti?
Entah...
Aku tidak pernah menerka berapa lama kita akan bersama, tapi aku ingin sekali selamanya denganmu. Bahagiaku itu adalah senyummu dan semangatmu. Melihatmu membuat rasa kecewa, marah, kesal, dapat menjadi tawa yang cukup ringan.
Entah...
Aku hanya ingin kamu bisa lebih menjaga perasaanku yang selalu kalah dengan wanitamu dulu. Aku memang tidak sepertinya, aku tidak memiliki cukup uang untuk memberikanmu kejutan disaat ulang tahunmu. Tapi, percayalah aku akan selalu ada disaat waktu kamu terpuruk, saat kamu butuh pegangan. Aku adalah bahu yang cukup kuat untuk menopangnya.
Entah...
Biarkan rasaku mengalir seperti apa adanya, aku selalu rindu, aku selalu mengingatmu, aku selalu mencintaimu, aku selalu bahagia.
Entah...
Kamu peduli atau tidak. Aku akan tetap memberikan yang terbaik untukmu, aku memang suka membosankanmu, tapi jangan biarkan alasan bosan menerpa hubungan kita. Aku janji untuk tetap membahagiakanmu dan menjaga kepercayaanmu. Aku janji akan selalu hadir disaat kamu jatuh, aku akan selalu mendukung semua hal terbaik untukmu.
Entah...
Bagaimana aku mengucapkan rasa syukur kepada-Nya bahkan aku saja selalu menyia-nyiakan-Nya. Aku bersyukur dipertemukan dengan skenario yang cukup dramatis, aku bersyukur dipertemukan dengan laki-laki yang luar biasa. Aku juga bersyukur, Tuhan masih sayang denganku hamba-Nya yang selalu melakukan dosa.
Entah...
Kini aku tak ingin kamu pergi, genggam erat tanganku, maka aku akan ikut denganmu kemanapun kamu ingin pergi.
Rabu, 10 Februari 2016
Cukup, Prosesmu Kelamaan
Aku kini milikmu, kamu milikku. Namun, janggal rasanya saat kamu bermain dengan teman-temanmu yang salah satunya ada wanitamu dulu. Aku hilang, aku terasingkan, entah apa yang sedang ku takutkan ini terjadi. Baru menjalin hubungan ini seumur jagung, tapi rintangannya cukup sulit.
Aku kedapatan sebagai seorang yang menantimu. Kamu sedang berjuang untuk menjaga nama baikku di depan teman-temanmu yang menganggapku perusak hubunganmu sebelumnya. Kamu sedang berjuang menyelesaikan hubungan dengan wanitamu sebelumnya agar menjadi baik-baik saja, agar kalian bisa tetap berteman dan wanitamu bisa menerima itu. Tapi, bolehkah sampai sini saja? Aku lelah menanti sebetulnya.
Aku sebagai wanitamu yang baru hanya bisa mendukung apa yang sedang kamu perjuangkan, aku sadar karena aku pernah berada di posisi yang mantanmu rasakan sekarang. Namun, terlalu ini berlebihan, kamu berlebihan menjaga hatinya, kamu lupa bahwa ada wanita juga yang sedang menghargai perjuanganmu, kamu tidak bisa menghargai posisi wanitamu sekarang, kamu terlalu asik menjaga perasaan mantanmu.
Wanitamu sekarang mungkin sudah gundah, dia juga sedang membantumu untuk menjaga perasaan mantanmu, wanitamu ini masih sabar sampai kamu dan mantanmu baik-baik saja. Baru sekali kudengar ada wanita seperti belahan jiwamu sekarang. Wanitamu sekarang ini tak pernah berharap lebih dengan apa yang kamu akan perjuangkan untuk hubungan kalian, dia menerimamu apa adanya.
Wanitamu ini cukup hebat, dia berani mengajakmu berkenalan dengan keluarganya, mungkin untuk beberapa orang mengenalkan seseorang yang spesial kepada keluarganya itu mudah, tapi tidak bagi wanitamu sekarang. Kamu adalah orang yang selalu dia sebut kini saat hendak berpamitan pergi keluar rumah. Kamu yang mampu membantu wanitamu sekarang ini untuk berani mengungkapkan dirimu adalah seseorang yang ada dihatinya sekarang.
Jaga wanitamu ini karena walau masih banyak wanita-wanita lain diluar sana. Cuma dia yang sabar, cuma dia yang kuat, cuma dia yang mengertimu, cuma dia yang mau memaafkan segala tingkahmu, cuma dia yang selalu ada untukmu, cuma dia yang siap diajak kemana pun olehmu, cuma dia yang selalu sigap menemani kegiatanmu dengan duduk tenang di jok belakangmu, cuma dia yang mampu membuatmu tetap tersenyum, cuma dia yang selalu membanggakanmu di depan banyak orang, cuma dia yang bisa. Tapi, apakah kamu bisa? Mungkin dia tidak mengharapkan semua itu darimu, cukup satu, dia ingin juga di hargai perasaannya.
Aku kedapatan sebagai seorang yang menantimu. Kamu sedang berjuang untuk menjaga nama baikku di depan teman-temanmu yang menganggapku perusak hubunganmu sebelumnya. Kamu sedang berjuang menyelesaikan hubungan dengan wanitamu sebelumnya agar menjadi baik-baik saja, agar kalian bisa tetap berteman dan wanitamu bisa menerima itu. Tapi, bolehkah sampai sini saja? Aku lelah menanti sebetulnya.
Aku sebagai wanitamu yang baru hanya bisa mendukung apa yang sedang kamu perjuangkan, aku sadar karena aku pernah berada di posisi yang mantanmu rasakan sekarang. Namun, terlalu ini berlebihan, kamu berlebihan menjaga hatinya, kamu lupa bahwa ada wanita juga yang sedang menghargai perjuanganmu, kamu tidak bisa menghargai posisi wanitamu sekarang, kamu terlalu asik menjaga perasaan mantanmu.
Wanitamu sekarang mungkin sudah gundah, dia juga sedang membantumu untuk menjaga perasaan mantanmu, wanitamu ini masih sabar sampai kamu dan mantanmu baik-baik saja. Baru sekali kudengar ada wanita seperti belahan jiwamu sekarang. Wanitamu sekarang ini tak pernah berharap lebih dengan apa yang kamu akan perjuangkan untuk hubungan kalian, dia menerimamu apa adanya.
Wanitamu ini cukup hebat, dia berani mengajakmu berkenalan dengan keluarganya, mungkin untuk beberapa orang mengenalkan seseorang yang spesial kepada keluarganya itu mudah, tapi tidak bagi wanitamu sekarang. Kamu adalah orang yang selalu dia sebut kini saat hendak berpamitan pergi keluar rumah. Kamu yang mampu membantu wanitamu sekarang ini untuk berani mengungkapkan dirimu adalah seseorang yang ada dihatinya sekarang.
Jaga wanitamu ini karena walau masih banyak wanita-wanita lain diluar sana. Cuma dia yang sabar, cuma dia yang kuat, cuma dia yang mengertimu, cuma dia yang mau memaafkan segala tingkahmu, cuma dia yang selalu ada untukmu, cuma dia yang siap diajak kemana pun olehmu, cuma dia yang selalu sigap menemani kegiatanmu dengan duduk tenang di jok belakangmu, cuma dia yang mampu membuatmu tetap tersenyum, cuma dia yang selalu membanggakanmu di depan banyak orang, cuma dia yang bisa. Tapi, apakah kamu bisa? Mungkin dia tidak mengharapkan semua itu darimu, cukup satu, dia ingin juga di hargai perasaannya.
Kamis, 28 Januari 2016
Boleh?
Kini aku sudah menemukannya, sosok yang bisa menjaga, melindungi, menyayangi, dan menghargaiku. Tetapi, apa yang kurang ya? Memang dasar manusia tidak pernah puas.
Saat itu kamu putuskan untuk menjalaninya bersamaku, mengarungi sisi-sisi kehidupan. Aku kecewa awalnya, kamu meninggalkan dia, dia yang sempat membahagiakanmu selama lima tahun belakangan ini. Di sisi lain aku bahagia bisa bersamamu tanpa ada yang harus ku takuti lagi. Artinya aku bebas mengunggah foto-foto kita di social mediaku.
Ternyata aku salah, aku sudah menyakiti hati seseorang disana karena sikapku yang kelewatan bahagia. Dia wanitamu dulu kini sedang menahan sakitnya rindu keeadaan bersamamu. Namun, apa yang aku lakukan? Membuatnya retak dan hancur berkeping-keping. Ah, selalu seperti ini, aku kembali jatuh cinta pada orang yang salah.
Aku merasa dilingkari kesalahan yang sama, mencintai orang yang hatinya masih dimiliki wanita lain. Kenapa selalu begini? Apa aku tak pantas bahagia? Aku hanya mencari seseorang yang selama ini aku harapkan. Tapi, mengapa selalu salah sasaran? Haruskah aku membiarkan kebahagiaan ini meracuni seluruh hatiku? Aku lelah.
Kamu dan aku sudah bersama sekalipun tak bisa membuat perasaanku ini tenang. Aku masih tidak nyaman dengan beberapa pesan dia yang menunjukkan perasaannya. Aku sakit, tapi apa pantas aku sakit? Bukankah aku yang telah menyakiti hati wanita itu duluan? Aku tak bisa marah padamu lelakiku, aku tak berhak meelarangmu. Kini, aku di ambang angan, aku bahagia atas dasar merebut kebahagiaan wanita lain.
Aku tak mungkin melepaskanmu lelakiku, kamu lah yang kini selalu memenuhi kotak pesanku. Bantu aku menanti kamu sampai waktu yang ingin kamu akhiri. Aku sudah telanjur jatuh di hatimu, mencari jalan keluar pun aku tak mampu karena kini ku sedang terluka. Biarkan aku tinggal agak lama sampai pulih. Tuntun aku untuk kebahagiaan kita ke depan tanpa bayang-bayang perasaan takut. Aku hanya ingin nyaman bahagia bersamamu. Boleh?
Saat itu kamu putuskan untuk menjalaninya bersamaku, mengarungi sisi-sisi kehidupan. Aku kecewa awalnya, kamu meninggalkan dia, dia yang sempat membahagiakanmu selama lima tahun belakangan ini. Di sisi lain aku bahagia bisa bersamamu tanpa ada yang harus ku takuti lagi. Artinya aku bebas mengunggah foto-foto kita di social mediaku.
Ternyata aku salah, aku sudah menyakiti hati seseorang disana karena sikapku yang kelewatan bahagia. Dia wanitamu dulu kini sedang menahan sakitnya rindu keeadaan bersamamu. Namun, apa yang aku lakukan? Membuatnya retak dan hancur berkeping-keping. Ah, selalu seperti ini, aku kembali jatuh cinta pada orang yang salah.
Aku merasa dilingkari kesalahan yang sama, mencintai orang yang hatinya masih dimiliki wanita lain. Kenapa selalu begini? Apa aku tak pantas bahagia? Aku hanya mencari seseorang yang selama ini aku harapkan. Tapi, mengapa selalu salah sasaran? Haruskah aku membiarkan kebahagiaan ini meracuni seluruh hatiku? Aku lelah.
Kamu dan aku sudah bersama sekalipun tak bisa membuat perasaanku ini tenang. Aku masih tidak nyaman dengan beberapa pesan dia yang menunjukkan perasaannya. Aku sakit, tapi apa pantas aku sakit? Bukankah aku yang telah menyakiti hati wanita itu duluan? Aku tak bisa marah padamu lelakiku, aku tak berhak meelarangmu. Kini, aku di ambang angan, aku bahagia atas dasar merebut kebahagiaan wanita lain.
Aku tak mungkin melepaskanmu lelakiku, kamu lah yang kini selalu memenuhi kotak pesanku. Bantu aku menanti kamu sampai waktu yang ingin kamu akhiri. Aku sudah telanjur jatuh di hatimu, mencari jalan keluar pun aku tak mampu karena kini ku sedang terluka. Biarkan aku tinggal agak lama sampai pulih. Tuntun aku untuk kebahagiaan kita ke depan tanpa bayang-bayang perasaan takut. Aku hanya ingin nyaman bahagia bersamamu. Boleh?
Langganan:
Postingan (Atom)