Sore ini masih sama seperti bulan Desember tahun lalu. Sudah enam bulan ku habiskan waktu sendiri dan bersama sahabat tanpa ada sosok spesial di hati. Luka yang ku kira tak seberapa itu ternyata sangat membekas sampai saat ini.
Saat itu kita masih bersama, tertawa seakan tak ada manusia di dunia ini selain kau dan aku. Soal bahagia, tentu aku sangat bahagia saat itu, entah bagaimana saat itu wujudnya. Kita berteman, kau tau perasaanku dan kutau perasaanku. Memutuskan untuk tidak bersama dan tetap berteman saja aku sudah bahagia.
Bahagiaku ternyata tak lama, kau ternyata membuatku terluka, bukan karena perkataanmu, bukan juga karena kau menolak untuk menjalin hubungan. Tapi kau hilang, kau pergi, kau bohong.
Sedikit luka begitu berbekas saat kau mulai meninggalkanku untuk menjadi kekasih orang, aku egois? Memang. Bukan karena ku cemburu, tapi karena kau selama ini selalu membuat harapan itu nyata. Saat berkata kau tak ingin menjalin hubungan, aku merasa senang karena alasanmu begitu dewasa membuatku merasa omonganmu itu benar. "Kita masih awam soal cinta, jadi kita berteman saja, aku juga tidak ingin menjalin hubungan sebagai kekasih" ujarmu.
Sepersekian detik rasanya aku terambang dengan ucapanmu dan berkata dalam hati "Astagfirullah, bener juga". Lalu siapa yang memulai ini semua? Kau, iya kau. Kau menjalin hubungan dengan wanita lain tanpa pernah tahu kalau aku sedang belajar menjadi lebih baik agar kelak kita akan bersama. Nyatanya? Kau menghilang dengan jutaan harapanyang seakan nyata. Kau pergi bersama bayang-bayang wanitamu yang baru, kau pergi perlahan dan menghilang. Lalu apa maksud ucapan 'sayang' yang pernah kau torehkan di chat historyku? Ah sudahlah.
Sekali lagi aku ucapkan selamat, ku coba lupakan, ku berjuang untuk bahagia, ku doakan kau bahagia, terima kasih atas harapan yang gambarkan, terima kasih untuk ucapan manis yang terucap, dan terima kasih pernah melengkungkan senyumku disaat sedihku.
Selasa, 16 Juni 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar